BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut aristoteles arti primer atau utama dari kata “
ada “?. Arti utama adalah “substansi” ( bahasa yunani: usia ). Kata substansi
berarti yang “berdiri sendiri”. Suatu hal merupakan “substansi”, jika hal itu
dapat menerima keterangan-keterangan, sedangkan hal itu sendiri tidak dapat
ditambah sebagai keterangan pada suatu hal lain. Disamping substansi-substansi
terdapat lagi “aksiden-aksiden” (symbebekos) yaitu suatu hal yang tidak
berdiri sendiri, tetapi hanya dapat dikenakan pada sesuatu hal yang lain yang
berdiri sendiri. Aksiden-aksiden hanya bisa berada menambah beberapa baris,
karena pandangan ini juga menjadi pokok pembicaraan dalam metaphysica (
bertens, 1999 ).
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu,
Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan
dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4)
logika inferensi, (5) Tela’ah
Konstruksi Teori dalam Substansi Filsafat Ilmu.
Kenyataan atau fakta adalah sesuatu yang
benar-benar terjadi dan memiliki bukti tetai tidak mungkin dengan alat-alat
yang serba kasar seperti panca indera, manusia dapat menyaksikan hakikat semua
kenyataan sebagai kebenaran sejati. Untuk dapat meraih hakikat kenyataan
sebagai kebenaran sejati, disamping panca indra dan akal, manusia dikaruniai
pula budi sebagai alat perantara antara akal dan Tuhan.
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori
tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, dikenal 3 teori kebenaran
yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982).
Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu :
kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran
pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu
teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi
proses dan produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan
tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik.
Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau
axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan
asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan
untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif,
deduktif, ataupun reflektif.
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah
logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran
korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi
antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral,
tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general
sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan
ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara
rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba
menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme
metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional
universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan
kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan
kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan
menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika
terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.
Dengan di buatnya makalah ini diharapkan agar dapat
membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian mahasiswa agar
memperoleh wawasan pemikiran yang lebih luas mengenai substansi filsafat
beserta bagian-bagian substansi filsafat.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang dapat
diambil adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
peranan Kenyataan atau Fakta dalam Substansi Filsafat Ilmu?
2. Bagaimana
peranan Kebenaran dalam Substansi Filsafat Ilmu?
3. Bagaimana
peranan Konfirmasi dalam Substansi Filsafat Ilmu?
4. Bagaimana
peranan Logika Inferensi dalam Substansi Filsafat Ilmu?
5. Bagaimana
peranan Tela’ah Konstruksi Teori dalam Substansi Filsafat Ilmu?
1.3 Tujuan
AAdapun
tujuan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
peranan Kenyataan atau Fakta dalam Substansi Filsafat Ilmu.
2. Mengetahui
peranan Kebenaran dalam Substansi Filsafat Ilmu.
3. Mengetahui
peranan Konfirmasi dalam Substansi Filsafat Ilmu.
4. Mengetahui
peranan Logika Inferensi dalam Substansi Filsafat Ilmu.
5. Mengetahui
peranan Tela’ah Konstruksi Teori dalam Substansi Filsafat Ilmu.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Substansi
Substansi
dapat ditafsirkan sebagai ’yang membentuk sesuatu,’ atau yang pada dasarnya
merupakan sesuatu atau dapat disempitkan menjadi itu. Pembahasan mengenai substansi
akan selalu terkait dengan esensi (essence).
Esensi ialah
hakekat barang sesuatu. Setiap substansi mengandung pengertian esensi; tetapi
tidak setiap esensi mengandung pengertian substansi.Aristoteles menunjukan
bahwa substansi dapat dikatakan merupakan sesuatu yang di dalamnya terwujud
esensi. Substansi dipandang sebagai sesuatu yang adanya terdapat di dalam
dirinya sendiri.
Jika kita
memperhatikan secarik kertas, kertas tersebut mempunyai kulitas-kualitas yang
tertentu, namun kertas tadi tidak nampak seperti kualitas-kualitas itu. Jika
bangun kertas tersebut diubah, kertas tadi tetap merupakan kertas. Karena itu
yang dinamakan kertas bukanlah bangunnya, atau warnanya, atau sesuatu
kualitasnya yang lain yang dapat ditangkap oleh indera.
Yang dinamakan
kertas ialah substansinya, yaitu kertas.Jadi kalau anda bertanya sekali lagi
kepada saya, mudah-mudahan John Locke bisa memberi jawaban, setelah lama
berselang John Locke menunjukan bahwa kita tidak akan
dapat mengetahui substansi secara langsung, melainkan secara tidak langsung.
Karena itu ia menamakan substansi terdalam itu ”sesuatu yang saya tidak tahu
apa” Bentuk (Form).
Bentuk ialah
struktur.Perkataan ’bentuk’ mempunyai sejumlah makna. Salah satu diantaranya
dapat kita lihat dalam cara berikut ini. Jika kita memperhatikan sebuah meja
kayu, kita akan sependapat bahwa meja itu dapat dibedakan dua unsur yang
kedua-duanya mutlak diperlukan agar terdapat sebuah meja tersebut.
Pertama-tama ada
kayunya. Jelas bahwa meja kayu ini tidak akan ada, jika tidak terbuat dari
kayu. Sebelumnya kita telah sepakat untuk menyebut kayu sebagai materi yang
darinya meja itu dibuat. Tetapi perhatikanlah bahwa kayu yang sama itu dapat
dibuat menjadi kursi atau bahkan tempat tidur.
Apa yang membedakan
meja dengan kursi dan tempat tidur ialah strukturnya. Inilah yang kita namakan
bentuk. Harus diingat bahwa yang kita maksud bukan hanya bangunnya, karena meja
itu dapat mempunyai bangun yang berlainan.
Yang kita maksudkan
ialah strukturnya. Sebuah patung dapat mempunyai bentuk manusia, dan bangun
yang berlain-lainan semuanya dapat menyatakan bentuk yang sama itu. Tetapi
tidak sebuah pun yang mempunyai esensi manusia, karena patung itu bukan
manusia, substansinya tetap sebuah batu.
Esensi yang tewujud
dalam materi akan mempunyai bentuk yang khusus dan bentuk itu dapat dicontoh.
Perkataan ’bentuk’ kadang-kadang juga berarti pola barang sesuatu. Jika kita
berbicara tentang bentuk syair, yang kita maksudkan sebagai polanya yang
dilawankan dengan isinya.
Pendapat dari
Aristotles mengatakan bahwa realitas terdiri atas berbagai benda terpisah yang
menciptakan suatu kesatuan antara bentuk dan substansi. ”Substansi” adalah
bahan untuk membuat benda-benda, sedangkan ”bentuk” adalah ciri khas
masing-masing benda. (red.saya menganggap bahwa ’bahan, benda-benda, atau
benda’, tidak berarti materi yang nyata saja, melainkan memiliki arti luas sebagai
’sesuatu’).
Jika ’ayam mati
–dan tidak berkotek lagi—’bentuk’—nya tidak ada lagi. Satu-satunya yang tinggal
hanyalah ’substansi’ ayam itu. Substansi selalu
menyimpan potensi untuk mewujudkan ’bentuk’ tertentu.
Dapat kita katakan
bahwa ’substansi’ selalu berusaha untuk
mewujudkan potensi bawaan. Setiap perubahan alam, masih menurut Aristoteles,
merupakan perubahan substansi dari yang ”potensial”
menjadi ”aktual”. Sebutir telur ayam mempunyai potensi untuk menjadi seekor
ayam. Ini tidak berarti bahwa semua telur ayam menjadi seekor ayam—banyak
diantaranya berakhir di atas meja sarapan sebagai telor ceplok, telor dadar,
telor orak-arik, tanpa pernah menjadikan nyata potensi mereka.
2.2 Pengertian Filsafat Ilmu
Untuk memahami arti dan
makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari
beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun
(2001)
Filsafat Ilmu
Robert Ackerman
“philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific
opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is
clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat
ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat
ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang
dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas
bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
Lewis White Beck
“Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific
thinking and tries to determine the value and significance of scientific
enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai
suatu keseluruhan)
A. Cornelius Benjamin
“That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of
science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its
place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan
filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya
metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya
dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
Michael V. Berry “The
study of the inner logic if scientific theories, and the relations between
experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika
interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan
teori, yakni tentang metode ilmiah.)
May Brodbeck
“Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis,
description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis
dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
Peter Caws “Philosophy of
science is a part of philosophy, which attempts to do for science what
philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does
two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the
universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it
examines critically everything that may be offered as a ground for belief or
action, including its own theories, with a view to the elimination of
inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang
mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh
pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini
membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya
sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat
memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan
bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan
pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
Stephen R. Toulmin “As
a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the
elements involved in the process of scientific inquiry observational
procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical
presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity
from the points of view of formal logic, practical methodology and
metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama
menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah
prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode
penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan
seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari
sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di
atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan
yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi
ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu
merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik
mengakaji hakikat ilmu, seperti :
·
Obyek apa yang ditelaah
ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan
antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ?
(Landasan ontologis)
·
Bagaimana proses yang
memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya?
Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar?
Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya?
Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
· Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ?
Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis).
(Jujun S. Suriasumantri, 1982).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kenyataan
atau Fakta
Kenyataan atau fakta adalah sesuatu yang
benar-benar terjadi dan memiliki bukti tetai tidak mungkin dengan alat-alat
yang serba kasar seperti panca indera, manusia dapat menyaksikan hakikat semua
kenyataan sebagai kebenaran sejati. Untuk dapat meraih hakikat kenyataan
sebagai kebenaran sejati, disamping panca indra dan akal, manusia dikaruniai
pula budi sebagai alat perantara antara akal dan Tuhan.
Fakta atau
kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang
filosofis yang melandasinya.
· Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada
korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
· Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai
pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu
adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi
moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
· Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada
koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan
· Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada
koherensi antara empiri dengan obyektif.
· Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain, Lorens
Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah.
Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan
obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah
merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang
dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta
ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan
teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang
diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu
deskripsi ilmiah.
3.2
Kebenaran
Sesungguhnya,
terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional,
kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik
(Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori
kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi,
kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan,
Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik.
(Ismaun; 2001)
Berikut
beberapa macam tentang kebenaran :
a.
Kebenaran
koherens
Kebenaran
koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain
dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur
tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan
sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b.
Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya
sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan
adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang
diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c.
Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual
dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik,
maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar
bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
d.
Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik
dan memiliki kegunaan praktis.
e.
Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep
kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif.
Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika
Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu
proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak
dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.
f.
Kebenaran struktural paradigmatik
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan
perkembangan dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi,
analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada
korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan
struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi
eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.
3.3
Konfirmasi
“Konfirmasi”
berasal dari bahasa Inggris, confirmation, yang berarti penegasan, pengesahan.
Konfirmasi apabila dikaitkan dengan ilmu, maka fungsi ilmu adalah menjelaskan,
memprediksi, dan menghasilkan. Menjelaskan ataupun memprediksi, tersebut lebih
bersifat interpretasi untuk memberikan makna tentang sesuatu.
Fungsi
ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau
memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi
absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan
asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah
bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat
penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik
dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
3.4
Logika Inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai
perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme.
Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi
Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief
pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema
moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan
kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren
antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan
Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme
metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional
universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan
kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa
penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut
dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis
besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika
deduksi.
Penarikan
kesimpulan baru dianggap sahih apabila dilakukan menurut cara tertentu, yakni
berdasarkan logika.
3.5
Tela’ah Konstruksi Teori
Adalah
sekumpulan proporsi yang saling berkaitan secar logis untuk memberikan
pengertian mengenai sejumlah fenomena.
Teori mempunyai peranan penting antara lain:
· Berfungsi
sebagai pedoman, bagan sistemanisasi, atau system acuan.
· Memberikan
suatu skema atau rencana sementara mengenai medan yang semula belum dipetakan.
· Menunjukkan
atau menyarankan kea rah-arah penyelidikan lebih lanjut.
BAB IV
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Substansi
dapat ditafsirkan sebagai ’yang membentuk sesuatu,’ atau yang pada dasarnya
merupakan sesuatu atau dapat disempitkan menjadi itu. Pembahasan mengenai substansi
akan selalu terkait dengan esensi (essence).
Substansi filsafat dapat di kelompokkan
dalam kenyataan atau fakta, kebenaran, konfimasi, logika interferensi, dan
telaah kontruksi teori. Kenyataan atau fakta adalah sesuatu yang benar-benar
terjadi dan memiliki bukti tetai tidak mungkin dengan alat-alat yang serba
kasar seperti panca indera, manusia dapat menyaksikan hakikat semua kenyataan
sebagai kebenaran sejati. Untuk dapat meraih hakikat kenyataan sebagai
kebenaran sejati, disamping panca indra dan akal, manusia dikaruniai pula budi
sebagai alat perantara antara akal dan Tuhan.
Kebenaran dapat di kelompokkan kedalam Kebenaran Koherensi : Adanya
kesesuaian atau keharmonisan antar suatu yang memiliki hierarki yang tinggi
dari suatu unsure tersebut, baik berupa skema, ataupun nilai. Kebenaran Korespondensi :Terbuktinya sesuatu dengan adanya kejadian yang
sejalan atau berlawanan arah antara fakta yang diharapkan, antara fakta dan
keyakinan. Kebenaran Performatif : Pemikiran
manusia yang menyatukan segalanya dalam tampilan actual dan menyatukan apapun
yang ada dibaliknya. Baik yang praktis, teoritik maupun yang filosifik. Sesuatu
benar apabila dapat diaktualisasikan dalm tindakan. Kebenaran Pragmatik :Yang
benar adalah yang konkrit, individual dan spesifik. Kebenaran Proporsi :Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proporsinya benar,
yakni bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proporsi. Kebenaran Struktural Paradigmatik :Merupakn perkembangan dari kebenaran
dari perkembangan korespondensi
Konfirmasi Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan
produk yang akan dating, atau memberikan pemaknaan.
Logika Inferensi merupakan Penarikan kesimpulan baru
dianggap sahih apabila dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan
logika. Telaah Konstruksi Teori Adalah sekumpulan proporsi yang saling berkaitan secar logis untuk
memberikan pengertian mengenai sejumlah fenomena. Teori mempunyai peranan penting antara lain, Berfungsi sebagai pedoman,
bagan sistemanisasi, atau system acuan. Memberikan suatu skema atau rencana sementara mengenai medan yang semula
belum dipetakan. Menunjukkan atau menyarankan kea rah-arah penyelidikan lebih
lanjut.
1.2
Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik
serta saran yang konstruktif demi perbaikan makalah ini sehingga dapat lebih
disempurnakan dengan lebih baik lagi. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous,http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/26/filsafat-ilmu-pengertian
-fungsi-substansi. Diakses pada tanggal: 14-10-2011, 14.00 WIB.
Anonymous,http://senyum19.multiply.com/journal/item/19?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem.
Diakses pada tanggal: 14-10-2011, 14.00 WIB.
Anonymous, http://totojalmo.wordpress.com/2008/09/07/substansi/.
Diakses pada tanggal: 14-10-2011, 14.00 WIB.
Bagus,
Lorens. 2002. Kamus Filsafat.
Jakarta: Gramedia.
Bakhtiar,
Amsal. 1997. Filsafat Agama. Ciputat: LolosWacana Ilmu.
Bertens, kees, 1999, sejarah
filsafat yunani, yogyakarta: kanisius
Drajat, Amroeni. 2006. Filsafat I.
Jakarta: Erlangga.
Ismaun, 2001 , Filsafat Ilmu (Diktat
Kuliah), Bandung : UPI Bandung.
Jujun S. Suriasumantri, 1982, Filsafah
Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan.
Muhadjir,
Noeng. 2001. Filsafat I lmu: Positivisme, Post Positivisme, dan
Post Modernisme. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Patrick
C. A. G.T.W. Van Peursen, Ayn Rand, et.al. 2008. Apakah Filsafat dan
Filsafat Itu?. Bandung: Pustaka Sutra.
Sugiyono, 2007.
Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:Alfabeta.
Wattimena,
Reza A.A. 2008. Filsafat dan Sains Sebuah Pegantar. Jakarta: PT Grasindo.
Yooke
Tjuparnah S. Komaruddin. 2002. Kamus Istilah Karya Tulis
Ilmiah. Jakarta:Bumi Aksara, 2002.
4 comments:
terimakasih :)
Makasih
kren
toyyib
Post a Comment