Tuesday 13 November 2012

SUBSTANSI FILSAFAT ILMU (FILSAFAT ILMU)



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Menurut aristoteles arti primer atau utama dari kata “ ada “?. Arti utama adalah “substansi” ( bahasa yunani: usia ). Kata substansi berarti yang “berdiri sendiri”. Suatu hal merupakan “substansi”, jika hal itu dapat menerima keterangan-keterangan, sedangkan hal itu sendiri tidak dapat ditambah sebagai keterangan pada suatu hal lain. Disamping substansi-substansi terdapat lagi “aksiden-aksiden” (symbebekos) yaitu suatu hal yang tidak berdiri sendiri, tetapi hanya dapat dikenakan pada sesuatu hal yang lain yang berdiri sendiri. Aksiden-aksiden hanya bisa berada menambah beberapa baris, karena pandangan ini juga menjadi pokok pembicaraan dalam metaphysica ( bertens, 1999 ).
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi, (5) Tela’ah Konstruksi Teori dalam Substansi Filsafat Ilmu.
Kenyataan atau fakta adalah sesuatu yang benar-benar terjadi dan memiliki bukti tetai tidak mungkin dengan alat-alat yang serba kasar seperti panca indera, manusia dapat menyaksikan hakikat semua kenyataan sebagai kebenaran sejati. Untuk dapat meraih hakikat kenyataan sebagai kebenaran sejati, disamping panca indra dan akal, manusia dikaruniai pula budi sebagai alat perantara antara akal dan Tuhan.
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, dikenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.
Dengan di buatnya makalah ini diharapkan agar dapat membantu perkembangan wawasan pemikiran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan pemikiran yang lebih luas mengenai substansi filsafat beserta bagian-bagian substansi filsafat.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana peranan Kenyataan atau Fakta dalam Substansi Filsafat Ilmu?
2.    Bagaimana peranan Kebenaran dalam Substansi Filsafat Ilmu?
3.    Bagaimana peranan Konfirmasi dalam Substansi Filsafat Ilmu?
4.    Bagaimana peranan Logika Inferensi dalam Substansi Filsafat Ilmu?
5.    Bagaimana peranan Tela’ah Konstruksi Teori dalam Substansi Filsafat Ilmu?
1.3  Tujuan
AAdapun tujuan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1.    Mengetahui peranan Kenyataan atau Fakta dalam Substansi Filsafat Ilmu.
2.    Mengetahui peranan Kebenaran dalam Substansi Filsafat Ilmu.
3.    Mengetahui peranan Konfirmasi dalam Substansi Filsafat Ilmu.
4.    Mengetahui peranan Logika Inferensi dalam Substansi Filsafat Ilmu.
5.    Mengetahui peranan Tela’ah Konstruksi Teori dalam Substansi Filsafat Ilmu.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1  Pengertian Substansi
Substansi dapat ditafsirkan sebagai ’yang membentuk sesuatu,’ atau yang pada dasarnya merupakan sesuatu atau dapat disempitkan menjadi itu. Pembahasan mengenai substansi akan selalu terkait dengan esensi (essence).
Esensi ialah hakekat barang sesuatu. Setiap substansi mengandung pengertian esensi; tetapi tidak setiap esensi mengandung pengertian substansi.Aristoteles menunjukan bahwa substansi dapat dikatakan merupakan sesuatu yang di dalamnya terwujud esensi. Substansi dipandang sebagai sesuatu yang adanya terdapat di dalam dirinya sendiri.
Jika kita memperhatikan secarik kertas, kertas tersebut mempunyai kulitas-kualitas yang tertentu, namun kertas tadi tidak nampak seperti kualitas-kualitas itu. Jika bangun kertas tersebut diubah, kertas tadi tetap merupakan kertas. Karena itu yang dinamakan kertas bukanlah bangunnya, atau warnanya, atau sesuatu kualitasnya yang lain yang dapat ditangkap oleh indera.
Yang dinamakan kertas ialah substansinya, yaitu kertas.Jadi kalau anda bertanya sekali lagi kepada saya, mudah-mudahan John Locke bisa memberi jawaban, setelah lama berselang John Locke menunjukan bahwa kita tidak akan dapat mengetahui substansi secara langsung, melainkan secara tidak langsung. Karena itu ia menamakan substansi terdalam itu ”sesuatu yang saya tidak tahu apa” Bentuk (Form).
Bentuk ialah struktur.Perkataan ’bentuk’ mempunyai sejumlah makna. Salah satu diantaranya dapat kita lihat dalam cara berikut ini. Jika kita memperhatikan sebuah meja kayu, kita akan sependapat bahwa meja itu dapat dibedakan dua unsur yang kedua-duanya mutlak diperlukan agar terdapat sebuah meja tersebut.
Pertama-tama ada kayunya. Jelas bahwa meja kayu ini tidak akan ada, jika tidak terbuat dari kayu. Sebelumnya kita telah sepakat untuk menyebut kayu sebagai materi yang darinya meja itu dibuat. Tetapi perhatikanlah bahwa kayu yang sama itu dapat dibuat menjadi kursi atau bahkan tempat tidur.
Apa yang membedakan meja dengan kursi dan tempat tidur ialah strukturnya. Inilah yang kita namakan bentuk. Harus diingat bahwa yang kita maksud bukan hanya bangunnya, karena meja itu dapat mempunyai bangun yang berlainan.
Yang kita maksudkan ialah strukturnya. Sebuah patung dapat mempunyai bentuk manusia, dan bangun yang berlain-lainan semuanya dapat menyatakan bentuk yang sama itu. Tetapi tidak sebuah pun yang mempunyai esensi manusia, karena patung itu bukan manusia, substansinya tetap sebuah batu.
Esensi yang tewujud dalam materi akan mempunyai bentuk yang khusus dan bentuk itu dapat dicontoh. Perkataan ’bentuk’ kadang-kadang juga berarti pola barang sesuatu. Jika kita berbicara tentang bentuk syair, yang kita maksudkan sebagai polanya yang dilawankan dengan isinya.
Pendapat dari Aristotles mengatakan bahwa realitas terdiri atas berbagai benda terpisah yang menciptakan suatu kesatuan antara bentuk dan substansi. ”Substansi” adalah bahan untuk membuat benda-benda, sedangkan ”bentuk” adalah ciri khas masing-masing benda. (red.saya menganggap bahwa ’bahan, benda-benda, atau benda’, tidak berarti materi yang nyata saja, melainkan memiliki arti luas sebagai ’sesuatu’).
Jika ’ayam mati –dan tidak berkotek lagi—’bentuk’—nya tidak ada lagi. Satu-satunya yang tinggal hanyalah ’substansi’ ayam itu. Substansi selalu menyimpan potensi untuk mewujudkan ’bentuk’ tertentu.
Dapat kita katakan bahwa substansiselalu berusaha untuk mewujudkan potensi bawaan. Setiap perubahan alam, masih menurut Aristoteles, merupakan perubahan substansi dari yang ”potensial” menjadi ”aktual”. Sebutir telur ayam mempunyai potensi untuk menjadi seekor ayam. Ini tidak berarti bahwa semua telur ayam menjadi seekor ayam—banyak diantaranya berakhir di atas meja sarapan sebagai telor ceplok, telor dadar, telor orak-arik, tanpa pernah menjadikan nyata potensi mereka.

2.2 Pengertian Filsafat Ilmu
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)
Filsafat Ilmu
Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :
·      Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
·      Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
·      Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982).

BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Kenyataan atau Fakta
Kenyataan atau fakta adalah sesuatu yang benar-benar terjadi dan memiliki bukti tetai tidak mungkin dengan alat-alat yang serba kasar seperti panca indera, manusia dapat menyaksikan hakikat semua kenyataan sebagai kebenaran sejati. Untuk dapat meraih hakikat kenyataan sebagai kebenaran sejati, disamping panca indra dan akal, manusia dikaruniai pula budi sebagai alat perantara antara akal dan Tuhan.
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.
·      Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
·      Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
·      Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan
·      Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
·      Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.

3.2  Kebenaran
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)
Berikut beberapa macam tentang kebenaran :
a.       Kebenaran koherens
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b.      Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik
c.       Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
d.      Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.
e.       Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.
f.       Kebenaran struktural paradigmatik
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.

3.3  Konfirmasi
“Konfirmasi” berasal dari bahasa Inggris, confirmation, yang berarti penegasan, pengesahan. Konfirmasi apabila dikaitkan dengan ilmu, maka fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi, dan menghasilkan. Menjelaskan ataupun memprediksi, tersebut lebih bersifat interpretasi untuk memberikan makna tentang sesuatu.
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.

3.4  Logika Inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.
Penarikan kesimpulan baru dianggap sahih apabila dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika.

3.5  Tela’ah Konstruksi Teori
Adalah sekumpulan proporsi yang saling berkaitan secar logis untuk memberikan pengertian mengenai sejumlah fenomena.
Teori mempunyai peranan penting antara lain:
·      Berfungsi sebagai pedoman, bagan sistemanisasi, atau system acuan.
·      Memberikan suatu skema atau rencana sementara mengenai medan yang semula belum dipetakan.
·      Menunjukkan atau menyarankan kea rah-arah penyelidikan lebih lanjut.

BAB IV
PENUTUP

1.1    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Substansi dapat ditafsirkan sebagai ’yang membentuk sesuatu,’ atau yang pada dasarnya merupakan sesuatu atau dapat disempitkan menjadi itu. Pembahasan mengenai substansi akan selalu terkait dengan esensi (essence).
Substansi filsafat dapat di kelompokkan dalam kenyataan atau fakta, kebenaran, konfimasi, logika interferensi, dan telaah kontruksi teori. Kenyataan atau fakta adalah sesuatu yang benar-benar terjadi dan memiliki bukti tetai tidak mungkin dengan alat-alat yang serba kasar seperti panca indera, manusia dapat menyaksikan hakikat semua kenyataan sebagai kebenaran sejati. Untuk dapat meraih hakikat kenyataan sebagai kebenaran sejati, disamping panca indra dan akal, manusia dikaruniai pula budi sebagai alat perantara antara akal dan Tuhan.
Kebenaran dapat di kelompokkan kedalam Kebenaran Koherensi : Adanya kesesuaian atau keharmonisan antar suatu yang memiliki hierarki yang tinggi dari suatu unsure tersebut, baik berupa skema, ataupun nilai. Kebenaran Korespondensi :Terbuktinya sesuatu dengan adanya kejadian yang sejalan atau berlawanan arah antara fakta yang diharapkan, antara fakta dan keyakinan. Kebenaran Performatif : Pemikiran manusia yang menyatukan segalanya dalam tampilan actual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya. Baik yang praktis, teoritik maupun yang filosifik. Sesuatu benar apabila dapat diaktualisasikan dalm tindakan. Kebenaran Pragmatik :Yang benar adalah yang konkrit, individual dan spesifik. Kebenaran Proporsi :Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proporsinya benar, yakni bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proporsi. Kebenaran Struktural Paradigmatik :Merupakn perkembangan dari kebenaran dari perkembangan korespondensi
Konfirmasi Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan dating, atau memberikan pemaknaan.
Logika Inferensi  merupakan Penarikan kesimpulan baru dianggap sahih apabila dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Telaah Konstruksi Teori Adalah sekumpulan proporsi yang saling berkaitan secar logis untuk memberikan pengertian mengenai sejumlah fenomena. Teori mempunyai peranan penting antara lain, Berfungsi sebagai pedoman, bagan sistemanisasi, atau system acuan. Memberikan suatu skema atau rencana sementara mengenai medan yang semula belum dipetakan. Menunjukkan atau menyarankan kea rah-arah penyelidikan lebih lanjut.

1.2    Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik serta saran yang konstruktif demi perbaikan makalah ini sehingga dapat lebih disempurnakan dengan lebih baik lagi. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous,http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/26/filsafat-ilmu-pengertian -fungsi-substansi. Diakses pada tanggal: 14-10-2011, 14.00 WIB.
Anonymous,http://senyum19.multiply.com/journal/item/19?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem. Diakses pada tanggal: 14-10-2011, 14.00 WIB.
Anonymous, http://totojalmo.wordpress.com/2008/09/07/substansi/. Diakses pada tanggal: 14-10-2011, 14.00 WIB.
Bagus, Lorens. 2002. Kamus Filsafat.  Jakarta: Gramedia.
Bakhtiar, Amsal. 1997. Filsafat  Agama. Ciputat: LolosWacana Ilmu.
Bertens, kees, 1999, sejarah filsafat yunani, yogyakarta: kanisius
Drajat, Amroeni. 2006. Filsafat  I.  Jakarta: Erlangga.
Ismaun, 2001 , Filsafat Ilmu (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.
Jujun S. Suriasumantri, 1982, Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan.
Muhadjir, Noeng. 2001. Filsafat I lmu: Positivisme, Post Positivisme, dan Post Modernisme. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Patrick C. A. G.T.W. Van Peursen, Ayn Rand, et.al. 2008. Apakah Filsafat dan Filsafat Itu?. Bandung: Pustaka Sutra.
Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:Alfabeta.
Wattimena, Reza A.A. 2008. Filsafat dan Sains Sebuah Pegantar. Jakarta: PT Grasindo.
Yooke Tjuparnah S. Komaruddin. 2002. Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah.  Jakarta:Bumi Aksara, 2002.

4 comments:

Fikri Muhammad said...

terimakasih :)

Medy Rapin said...

Makasih

Unknown said...

kren

hamzah said...

toyyib

Post a Comment