Suksesi Tumbuhan
I.1. Latar Belakang
Perubahan-perubahan
yang terjadi dalam komunitas dapat dengan mudah diamati dan seringkali
perubahan itu berupa pergantian satu komunitas oleh komunitas lain.
Dapat kita lihat misalnya pada sebidang kebun jagung yang setelah panen
ditinggalkan dan tidak ditanami lagi. Disitu akan bermunculan berbagai
jenis tumbuhan gulma yang membentuk komunitas. Apabila lahan itu
dibiarkan cukup lama, dalam komunitas yang terbentuk dari waktu ke waktu
akan terjadi pergantian komposisi jenis (Resosoedarmo,1990).
Pada
masa awal dapat saja komunitas yang terbentuk tersusun oleh tumbuhan
terna seperti badotan, rumput pahit, rumput teki, dan sebagainya. Tetapi
beberapa tahun kemudian di tempat yang sama, yang terlihat adalah
komunitas yang sebagian besar tersusun oleh tumbuhan perdu dan pohon
seperti kirinyu, senduduk, laban, dan sebagainya, atau dapat pula hanya
terdiri atas alang-alang. Bila tidak terjadi gangguan apa pun selama
proses tersebut berjalan akan terlihat bahwa perubahan itu berlangsung
ke satu arah (Irwan, 1992).
Proses
perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara
teratur disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi
lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi berakhir
dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut klimaks. Dikatakan
bahwa dalam tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai homeostatis.
Ini dapat diartikan bahwa komunitas sudah dapat mempertahankan
kestabilan internalnya sebagai akibat dari tanggap (respon) yang
terkoordinasi dari komponen-komponennya terhadap setiap kondisi atau
rangsangan yang cenderung mengganggu kondisi atau fungsi normal
komunitas. Jadi bila suatu komunitas telah mencapai klimaks, perubahan
yang searah tidak terjadi lagi ( Resosoedarmo,1990).
I.3. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaaan ini adalah :
- Untuk mengetahui jumlah spesies yang tumbuh pada suksesi
- Untuk mengetahui jenis spesies
- Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi
I.4. Hipotesis
Proses
suksesi dari lahan garapan dalam kurun waktu yang pendek dikarenakan
bila komunitas asal terganggu, baik secara alami maupun buatan.
I.5. Manfaat
Adapun
manfaat percobaan ini adalah untuk mengetahui perlakuan yang
mengakibatkan terjadinya suksesi, seperti penggundulan, migrasi
kompetisi dan lain- lain dan untuk mengetahui tahap- tahap suksesi
tumbuhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Seorang
ahli biologi menyatakan bahwa suksesi adalah perubahan yang terjadi
pada suatu ekosistem yang berlangsung bertahap- tahap dalam waktu yang
lama. Namun yang dianut oleh ahli- ahli ekologi sekarang adalah
pandangan yang mengatakan bahwa suatu komunitas adalah merupakan suatu
gabungan dari beberapa organisme. Organisme dalam suatu komunitas saling
berhubungan, karena melalui proses- proses kehidupan yang saling
berinteraksi. Lingkungan disekitarnya sangat penting karena mempengaruhi kehidupan
organisme. Jika organisme tidak dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, maka akan berakibat fatal bagi organisme itu. Misalnya,
tanah penting untuk tumbuhan hidup karena mengandung mineral juga
merupakan media bagi air dan sebagai tempat tumbuhnya akar. Sebaliknya
tanah juga dapat dipengaruhi oleh tumbuhan, dapat mengurangi jumlah
mineral dalam tanah dengan akar- akar tanaman yang menembus tanah yang
hanya mengandung beberapa zat organik (Irwan, 1992).
Para
ahli biologi mencoba memberi nama pada berbagai komunitas. Nama ini
harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat komunitas itu. Mungkin
cara yang sederhana adalah memberi nama dengan menggunakan kata-kata
yang dapat menunjukkan bagaimana wujud komunitas itu. Kebanyakan orang
dapat membayangkan apa yang dimaksud jika kita berbicara mengenai
“hutan” atau “padang
rumput”. Nama ini menunjukkan bentuk dan wujud komunitas ini dalam
keseluruhannya. Sering kali di dalam suatu komunitas terdapat satu atau
dua tumbuhan dalam jumlah yang banyak, sehingga tumbuhan ini merupakan
wujud yang khas daripada komunitas ini. Organisme yang memberi wujud
khas kepada suatu komunitas dinamakan suatu spesies dominan dalam
komunitas ini (Sastrodinoto, 1980).
Menurut Irwan (1992), pemberian nama komunitas dapat berdasarkan:
- Bentuk
atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup, atau indikator
lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan
dipterocarpaceae. Dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti
hutan sklerofil, di Indonesia hutan ini banyak di Flores.
- Berdasarkan habitat fisik komunitas, seperti komunitas hamparan lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan dan sebagainya.
- Berdasarkan
sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional, misalnya tipe metabolisme
komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim, misalnya
terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang tertinggi terbagi rata
sepanjang tahun dan disebut hutan hujan tropik.
Di
antara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya beberapa
spesies atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam
memfungsikan keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif organisme dalam
suatu komunitas tidak ditentukan oleh posisi taksonominya, namun oleh
jumlah, ukuran, produksi dan hubungan lainnya. Tingkat kepentingan suatu
spesies biasanya dinyatakan oleh indeks keunggulannya. Komunitas diberi
nama dan digolongkan menurut spesies atau bentuk hidup yang dominan,
habitat fisik atau kekhasan fungsional. Analisis komunitas dapat
dilakukan pada setiap lokasi tertentu berdasarkan perbedaan zone atau
gradien yang terdapat dalam daerah tersebut. Umumnya semakin curam
gradien lingkungan, makin beragam komunitasnya karena batas yang tajam
terbentuk oleh perubahan yang mendadak dalam sifat fisik lingkungannya
(Michael, 1994).
Secara subjektif siapapun akan menyadari bahwa komunitas hutan itu berbeda dengan komunitas padang rumput dalam komposisi jenis dan
struktur vegetasi. Agar suatu komunitas menjadi kenyataan yang objektif
sebagai koleksi yang nyata dari suatu populasi, harapannya adalah bahwa
kelompok populasi tertentu cenderung untuk terjadi berulang- ulang
dalam lingkungan yang serupa, dan bahwa kelompok-kelompok ini berbeda
dengan komunitas yang bersebelahan. Harapan ini dapat diuji analisis
gradasi, yang dalam analisis ini dengan distribusi sepanjang gradasi
lingkungan untuk mengetahui kisaran jenis yang membentuk komunitas
(Desmukh, 1992).
Menurut Irwan (1992), bahwa di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara garis besar dapat dibagi menjadi :
- komunitas aquatik
komunitas ini terdapat di laut, sungai, di danau, di paret atau di kolam.
- komunitas teresterial
yaitu sekelompok organisme yang terdapat di pekarangan, di padang rumput, di padang pasir, di halaman kantor, di kebun raya dan di sekolah.
Kebanyakan
komunitas memperlihatkan pola dan struktur dalam tanan bagian komponen.
Struktur suatu komunitas terdapat dalam bentuk stratifikasi tegak
(misalnya komunitas hutan), zona mendatar (komunitas laut) atau dalam
pola- pola fungsional yang berkaitan dengan aktivitas, jaring makanan,
perilaku reproduksi, atau perilaku sosial dari organisme. Zona peralihan
dari suatu komunitas dinamakan ekoton. Zona-zona ini memiliki organisme
yang khas, demikian juga organisme yang ditemukan diperbatasan. Jumlah
dan banyaknya spesies sering kali lebih besar dalam suatu ekoton
daripada komunitas tetangganya (Michael, 1994).
Vegetasi
yang terdapat di alam kebanyakan komunitas hutan mempunyai suatu pola
yang jelas. Di dalam komunitas hutan, daun-daun, cabang-cabang dan
bagian lain dari bermacam- macam pohon, semak dan lain-lain tumbuhan
membentuk beberapa lapisan. Masing-masing lapisan memiliki produsen,
konsumen dan makhluk pembusuk lain yang khas. Mikroklimat tiap lapisan
pun berlainan. Hal ini dapat dipahami karena cahaya, angin, dan hujan
yang diterima lapisan ini juga berbeda. Selain dari lapisan tumbuhan,
permukaan tanah hutan juga merupakan tempat hidup. Pada permukaan tanah
hutan terdapat daun-daun, ranting- ranting dan kayu yang membusuk.
Zona-zona ini memiliki organisme yang khas, demikian juga organisme yang
ditemukan diperbatasan. Jumlah dan banyaknya spesies sering kali lebih
besar dalam suatu ekoton daripada komunitas tetangganya. Disini terdapat
suatu komunitas yang terdiri dari mikroorganisme, lumut dan paku-
pakuan. Juga terdapat bermacam-macam kumbang, kutu daun, belalang dan
mungkin ular ( Sastrodinoto, 1980).
Disamping
habitat tersebut, masih banyak terdapat kehidupan yang lebih kecil lagi
dinamakan mikrohabitat, umpamanya celah-celah pada kulit pohon pinus,
ruang antara daun-daunan, di dalam buah-buahan ,dan diantara partikel
tanah. Mikrohabitat merupakan sebagian dari habitat yang luas dapat
mempunyai iklim yang berlainan dari iklim habitat tadi. Didalam
mikrohabitat terdapat komunitas kecil-kecil dan di dalam mikrohabitat
tertentu mungkin terdapat mikroorganisme, yang tidak ada di tempat lain.
Komunitas kecil ini membentuk komuntas hutan (Ewusie, 1990).
Dalam
setiap komunitas setiap individu selalu dikelilingi oleh berbagai
organisme, yaitu organisme satu spesies atau spesies lain. Organisme
dalam suatu komunitas saling berhubungan. Hubungan antara spesies di
dalam komunitas mempunyai pengaruh besar terhadap berbagai spesies yang
membentuk komunitas (Sastrodinoto, 1980).
Organisme
individu atau populasi yang terbentuk sebagai kumpulan populasi spesies
dalam daerah tertentu, yang membentuk suatu komunitas, suatu komunitas
dapat berada dalam berbagai ukuran, misalnya komunitas hutan besar, laut
atau komunitas kayu busuk. Para ahli
tumbuhan dan hewan memerikan komunitas secara beragam. Semua definisi
komunitas memiliki pandangan tertentu secara umum. Ini adalah beberapa
spesies hadir dalam daerah yang sama dimungkinkan untuk mengenali satu
jenis komunitas karena kelompok spesies yang sama dengan komposisi
kurang lebih tetap hadir dalam ruang dan waktu; komunitas cenderung
menciptakan kestabilan dinamis. Setiap gangguan cenderung diatur oleh
aturan sendiri atau homeostatis (Michael, 1994).
Klasifikasi
komunitas bersifat hierarki; tingkat tertinggi adalah pembagian
vegetasi dunia ke dalam kategori fisiognomi yang dapat dikenal atau biom
yang distribusinya terutama diatur oleh pola iklim global. Biom tak
dapat dikenal dengan komposisi jenis, sebab berbagai jenisnya biasanya
dominan di berbagai dunia. Suatu klasifikasi terendah biom teresterial
berdasarkan suhu dan curah hujan . Holdrige dan sejawatnya menyusun
suatu skema yang lebih terinci, yang dikembangkan terutama untuk hutan
tropika. Klasifikasi pelengkap yaitu klasifikasi bentuk hidup yang
berhubungan dengan pola pertumbuhan dan perkembangan (Desmukh, 1992).
Menurut
Irwan ( 1992), menyatakan bahwa untuk keanekaragaman komunitas perlu
dipelajari aspek keanekaragaman itu dalam komunitasnya yaitu:
- mengalokasikan individu ke dalam spesiesnya.
- Menempatkan spesies tersebut ke dalam spesiesnya.
- Menentukan kepadatan relatifnya dalam habitatnya.
Menempatkan tiap individu ke dalam habitatnya dan menentukan fungsinya
Pendekatan
para ahli tumbuhan dan ahli hewan terutama terhadap studi komunitas
yang berbeda. Bila ahli hewan memperhatikan hubungan fungsional antara
suatu komunitas, yang melibatkan tumbuhan dan hewan, para ahli tumbuhan
memperhatikan struktur komunitas dan perubahan yang berlangsung dalam
waktu dan ruang. Komunitas memiliki kekhasan yang dapat diukur dan
dipelajari. Hal ini merupakan keragaman spesies, bentuk dan struktur
pertumbuhan, keunggulan beberapa spesies dalam komunitas, jumlah relatif
spesies- spesies berbeda yang membentuk komunitas, hubungan makanan dan
suksesi (Michael, 1994).
Menurut Ewusie (1990), bahwa diantara ciri kualitatif yang terpenting pada komunitas adalah:
- Susunan flora dan fauna
Spesies tumbuhan dan hewan yang menyusun komunitas harus dikaji sepanjang tahun untuk menjelaskan spesies.
- Kemampuan hidup bersama
Hal ini menggambarkan hubungan ruang jasad antara individu.
- Pelapisan
Yaitu
menyatakan kedudukan vertikal berbagai unsur dalam komunitas, dikenal
adanya empat lapisan yaitu lapisan pepohonan, semak, terna dan lapisan
dasar.
- Daya hidup
Merupakan petunjuk dan kesuburan atau tingkat spesies dalam komunitas.
Cara Kerja
Ditentukan
petak areal pengamatan dan diukur 5x7 m. Petak lahan 5x7 m dibagi
menjadi 7 jalur ( 1x5 m) dimana jalur III sebagai kontrol. Pada tiap
jalur dibuat plot- plot kecil dengan ukuran 1x1 m dan dicatat jumlah dan
jenis tumbuhan yang ada. Kemudian dibersihkan lahan pengamatan dengan
menggunakan cangkul dari rumput- rumputan dan tanaman hidup di dalamnya.
Setelah satu minggu diamati jenis tumbuhan yang tumbuh pada
masing-masing petak 1x1m. Dicatat jumlah dan jenis tumbuhannya.
Pengamatan percobaan dilakukan tiap minggu selama 4 minggu. Dicatat
perubahan komposisi tumbuhan tersebut dan dibandingkan hasil pengamatan
setiap minggu dengan plot kontrol. Dari data hasil pengamatan dianalisis
perubahan jenis tumbuhan dari komunitas percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Desmukh, I.1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Hal: 237-242
Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: ITB. Hal: 47-82
Irwan, Z. O.1990. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas,
Dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 85-90
Michael, P.1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan
Laboratorium. Jakarta: UI Press. Hal: 267-272
Resosoedarmo, R. S.1989. Pengantar Ekologi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Hal: 69-74
Sastrodinoto,S.1980. Biologi Umum I. PT. Gramedia.Jakarta .Hal: 52-57
0 comments:
Post a Comment