LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI
HEWAN
MENGUKUR
TINGKAT KEASAMAN BERBAGAI
BAGIAN
SALURAN PENCERNAAN DARI BERBAGAI SPESIES
Dosen Pembimbing:
Dra.
Retno Susilowati, M. Si
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBAHIM MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Proses pencernaan sangat terkait dengan kerja
enzim-enzim pencernaan. Aktivitas enzim sangat terpengaruholeh keadaan suhu dan
pH tertentu dan aktivitasnya berkurang dalam keadaan di bawah atau di atas
titik tersebut. Enzim pepsin pencerna protein bekerja paling efektif pada pH
1-2, sedangkan enzim proteolitik lainnya, tripsin, pada pH tersebut menjadi
tidak aktif, tetapi sangat efektif pada pH 8 (Kimball, 1983).
Pencernaan
makanan secara kimiawi terjadi dengan bantuan zat kimia tertentu. Enzim
pencernaan merupakan zat kimia yang berfungsi memecahkan molekul bahan makanan
yang kompleks dan besar menjadi molekul yang lebih sederhana dan kecil. Molekul
yang sederhana ini memungkinkan darah dan cairan getah bening (limfe)
mengangkut ke seluruh sel yang membutuhkan (Mas’ud, 1999).
Pada saluran pencernaan hewan tingkat tinggi dapat
dibedakan dengan jelas antara mulut, lambung, usus, usus halus usus besar yang
tentunya memiliki pH yang berbeda. Sekresi lambung dan sekresi lainnya
pencernaan sangat berpengaruh pada pH saluran pencernaan. Oleh karena itu pada praktikum ini kita akan
mengukur tingkat keasaman berbagai bagian saluran alat pencernaan dalam kaitannya
dengan fungsi alat pencernaan pada kodok dan mencit, yang tentunya mengacu pada
teori yang ada.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam praktikum
ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah tingkat keasaman pada
sistem pencernaan kodok?
2.
Bagaimanakah tingkat keasaman pada
sistem pencernaan ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam praktikum ini yaitu:
- Dapat mengetahui tingkat keasaman pada sistem pencernaan kodok.
- Dapat mengetahui tingkat keasaman pada sistem pencernaan mencit.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Kelenjar Pencernaan
Pencernaan
makanan secara kimiawi terjadi dengan bantuan zat kimia tertentu. Enzim
pencernaan merupakan zat kimia yang berfungsi memecahkan molekul bahan makanan
yang kompleks dan besar menjadi molekul yang lebih sederhana dan kecil. Molekul
yang sederhana ini memungkinkan darah dan cairan getah bening (limfe)
mengangkut ke seluruh sel yang membutuhkan (Gyton, 1995).
Proses
pencernaan terbatas pada organ-organ pencernaan, yaitu pada saluran pencernaan
dan kelenjar-kelenjarnya. Saluran pencernaan disebut juga canalis /tractus
almentary, gastrointestinal adalah mulut, faring, esofagus, lambung, intestin.
Kelenjarnya adalah kelenjar ludah, pankreas, hati dan kantung empedu (Soewolo,
2005).
Organ pencernaan
mempunyai enzim pada kisaran pH optimal masing-masing,
sesuai dengan tempat kerja-nya. Misalnya enzim pepsin, karena bekerja di lambung yang
bersuasana asam, memiliki pH optimal 2. Contoh lain, enzim ptialin, karena
bekerja di mulut yang bersuasana basa, memiliki pH optimal 7,5-8 Perubahan
pH dapat mempengaruhi perubahan asam amino kunci pada sisi aktif enzim,
sehingga menghalangi sisi aktif bergabung dengan substratnya. Setiap enzim
dapat bekerja baik pada pH optimum, masing-masing enzim memiliki pH optimum
yang berbeda. Sebagai contoh : enzim amilase bekerja baik pada pH 7,5
(agak basa), sedangkan pepsin bekerja baik pada pH 2 (asam kuat/sangat asam)
(Poedjiadi, 2006 dan Idda, 1998).
2.2 Kelenjar Pencernaan Makanan dan Enzim
yang Dihasilkan
Kelenjar pencernaan makanan merupakan bagian sistem pencernaan makanan
yang berfungsi menyediakan enzim-enzim pencernaan. Kelenjar-kelenjar pencernaan
tersebut adalah: (1) Kelenjar ludah, (2) Mukosa lambung atau kelenjar getah
lambung, (3) hati, (4) kelenjar pangkreas, dan (5) kelenjar getah usus
(Soewolo, 2000).
Kelenjar ludah menghasilkan air ludah yang mengandung berbagai zat
kimia, satu diantaranya adalah enzim ptialin atau amilase ludah. Ptialin
berfungsi membantu memeprcepat perombakan tepung (polisakarida) menjadi maltosa
(disakarida) dan monosakarida (glukosa, fruktosa, dan galaktosa) (Soewolo,
2000).
Mukosa lambung
atau kelenjar getah lambung, menghasilkan HCI, pepsin, rennin, dan lipase. HCI
berfungsi melarutkan partikel-partikel makanan, membunuh bakteri, dan
mengaktifkan pepsin, pepsin berfungsi mengubah protein menjadi polipeptida
(proteosa dan pepton). Rennin (yang hanya terdapat pada anak-anak dan hewan)
berfungsi mengubah kaseinogen menjadi asam lemak dan gliserol (Soewolo, 2000).
Hati merupakan kelenjar pencernaan yang paling besar yang berfungsi
membntuk cairan empedu yang akan dialirkan kedaalam usus halus. Empedu tidak
mengandung enzim tetapi sangat penting untuk mengemulsikan lemak (Soewolo,
2000).
Kelenjar pangkreas menghasilkan getah pangkreas yang juga
dialirkan ke dalam usus halus. Getah pengkreas mengandung lipase, tripsin, dan
amilase. Tripsin (tripsinogen yang telah diaktifkan) berfungsi mengubah protein
menjadi peptida dan dan asam amino. Amilase tepung menjadi maltosa dan
disakarida yang lain.Lipase berfungsi mengubah lemak yang telah mengubah lemak
yang diemulsikan empedu menjadi asa, lemak dan gliserol (Soewolo, 2000).
Kelenjar dinding
usus, menghasilkan maltese, sukrase, lactase, dan peptidase. Peptidase,
mengubah polipeptida menjadi asam-asam amino. Sukrase mengubah sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa. Lactase, mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Maktase mengubah maltose menjadi dua molekul glukosa. Di samping itu dinding
usus halus juga menghasilkan enterokinasee yang berfungsi mengaktifkan
tripsinogen dari pancreas menjadi tripsin (Soewolo,
2000).
2.2 Kerja Enzim
Aktivitas enzim sangat terpengaruholeh keadaan
suhu dan pH tertentu dan aktivitasnya berkurang dalam keadaan di bawah atau di
atas titik tersebut. Enzim pepsin pencerna protein bekerja paling efektif pada
pH 1-2, sedangkan enzim proteolitik lainnya, tripsin, pada pH tersebut menjadi
tidak aktif, tetapi sangat efektif pada pH 8. Di dalam fungsi enzim peranan
dari daya yang lemah seperti ikatan hydrogen dan ikatan ion dalam pembentukan
struktur tersier, kita dapat mengerti mengapa enzim itu begitu peka terhadap
suhu dan pH. Ikatan hydrogen mudah rusak dengan menaikan suhu. Hal ini
selanjutnya akan merusak bagian-bagian dari struktur tersier enzim yang
esensial untuk mengikat substrat. Perubahan pH, mengubah keadaan ionisasi dari
asam amino yang bermuatan (yaitu asam aspartiat. Lisina) yang dapat mempunyai
peranan penting dalam pengikat substrat dan proses katalitik. Tanpa gugus –
COOH dari Glu-35 yang tidak terion dan gugus COO- dari ASP-52 yang terion,
proses katalitik dari lisozim akan terhenti (Kimball, 1983).
Enzim
bekerja pada substrat tertentu, memerlukan suhu tertentu dan keasaman (pH)
tertentu pula. Suatu enzim tidak dapat bekerja pada substrat lain. Molekul
enzim juga akan rusak oleh suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Demikian pula enzim yang bekerja pada keadaan asam tidak akan bekerja pada
suasana basa dan sebaliknya (Swenson,
2007).
Derajat
keasaman enzim secaara kimiawi disimbolkan dengan “pH”, singkatan dari power
of Hydrogen. Nilainya ditentukan dengan kuantitas ion Hidrogen bebas (H+)
yang berada dalam satu liter larutan, yaitu tepatnya logaritma negatif dari
konsentrasi ion Hidrogen. Misalnya,
jika terdapat 10-7 gram ion Hidrogen dalam 1 liter larutan, maka pHnya adalah
7. Range pH dari 1 hingga 14. pH 7 terletak di tengah–tengah, sehingga
disebut “netral”. Semakin ke arah angka 1, maka sifat larutan semakin asam.
Demikian pula sebaliknya, semakin ke arah 14, semakin basa
(Campbell, 2004).
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum
Fisiologi Hewan ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 16 April 2010, di
Laboratorium Biologi Dasar Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
Adapun
alat yang kami gunakan pada praktikum kali ini adalah satu buah seperangkat alat bedah, satu buah papan sesi, jarum pentul dan pH meter/ kertas lakmus.
3.2.2
Bahan
Adapun
bahan yang kami gunakan pada praktikum ini yaitu satu ekor kodok, satu ekor mencit, klorofom dan kapas.
3.2.3 Cara Kerja
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamataan
4.1.1 Tabel Tingkat Keasaman pada Mencit.
No
|
Organ Pencernaan
|
Tingkat Keasaman/pH
|
1.
|
Mulut
|
Basa 8
|
2.
|
Lambung
|
Asam 5
|
3.
|
Usus halus
|
Normal 7
|
4.
|
Usus besar
|
Asam 6
|
4.1.2 Tabel Tingkat Keasaman pada Kodok
No
|
Organ Pencernaan
|
Tingkat Keasaman/pH
|
1.
|
Mulut
|
Basa 8
|
2.
|
Lambung
|
Asam 4
|
3.
|
Usus halus
|
Normal 7
|
4.
|
Usus besar
|
Asam 4
|
4.2 Pembahasan
Dari hasil pengamatan pada tingkat keasaman dengan
mengukur pH pada organ pencernaan mencit dan kodok yaitu mulut, lambung, usus
halus dan usus besar dengan menggunakan kertas lakmus, yang merupakan salah satu
alat yang digunakan unrtuk mengukur pH dengan jalan membasahi bagian prmukaan
atu bagian yang sensitif terhadap pH. Hasil yang diperoleh adalah, pada organ pencernaan mencit pH yang paling
tinggi terletak pada mulut yaitu 8 (basa) dan yang paling rendah terletak pada
mulut yaitu 5 (asam). Sedangkan pada organ pencernaan kodok pH yang paling
tinggi juga sama terletak pada mulut yaitu 8 (basa) dan yang paling rendah
terletak pada lambung dan usus besar yaitu 4 (asam). Sehingga menunjukkan pada mencit
dan kodok rata-rata pH yang paling tinggi terletak di dalam mulut dan pH yang
paling rendah untuk terletak di lambung.
Dari
data tersebut maka dapat di ketahui bahwa tingkat keasaman yang paling tinggi
terletak di dalam lambung. Hal tersebut di sebabkan karena apabila suasana asam
maka pH rendah, begitu juga
sebaliknya jika suasana basa maka pH tinggi. Penyebab dari tingginya
keasaman pada lambung berhubungan dengan fungsi kerja dari lambung, dan sistem
kerja pada lambung pada masing-masing hewan berbeda tergantung apa yang menjadi
bahan makanan mereka. Kandungan pH dan kadar keasaman organ pencernaaan juga
dipengaruhi oleh komposisi cairan yang diproduksi pada masing masing
organ.
Enzim yang
dihasilkan dari mukosa lambung atau kelenjar getah lambung adalah HCI, pepsin,
rennin, dan lipase. HCI berfungsi melarutkan partikel-partikel makanan,
membunuh bakteri, dan mengaktifkan pepsin, pepsin berfungsi mengubah protein
menjadi polipeptida (proteosa dan pepton). Rennin (yang hanya terdapat pada
anak-anak dan hewan) berfungsi mengubah kaseinogen menjadi asam lemak dan
gliserol (Soewolo, 2000).
Menurut Poedjiadi (2006) dan Idda (1998), organ pencernaan
mempunyai enzim pada kisaran pH optimal
masing-masing, sesuai dengan tempat kerja-nya.
Misalnya enzim pepsin, karena bekerja
di lambung yang bersuasana asam, memiliki pH optimal 2. Contoh lain, enzim
ptialin, karena bekerja di mulut yang bersuasana basa, memiliki pH optimal
7,5-8 Perubahan pH dapat mempengaruhi perubahan asam amino kunci pada
sisi aktif enzim, sehingga menghalangi sisi aktif bergabung dengan substratnya.
Setiap enzim dapat bekerja baik pada pH optimum, masing-masing enzim memiliki
pH optimum yang berbeda. Sebagai contoh : enzim amilase bekerja baik
pada pH 7,5 (agak basa), sedangkan pepsin bekerja baik pada pH 2 (asam
kuat/sangat asam).
Pengaruh pH
bahwa, ikatan elektrostatik sering berpartisipasi pada susunan suatu enzim
substrak, selama H+ dan OH- dapat berperan sebagai
“counter ion” untuk daerah elektrostatik, penurunan pH akan meningkatkan lebih
banyak daerah positif pada suatu enzim untuk berinteraksi dengan kelompok
negatif pada molekul substrak. Sebaliknya, suatu peningktan pH akan menggalakkan
ikatan kelompok positif pada suatu substrak kedaerah negatif pada enzim. Jadi
tidak mengherankan bila aktivitas suatu enzim dipengaruhi oleh pH medium dan
setiap enzim itu memiliki suatu rentangan optimum pH sendiri (Soewolo, 2000).
Menurut Swenson (2007), ada 3 hal yang berperan menyumbang derajat keasaman,
yaitu:
1. Produk asam yang dibuat oleh tubuh sendiri.
Secara alami tubuh
memang memproduksi asam yang dibutuhkan fungsi -fungsi fisiologis tubuh,
misalnya: molekul DNA (deoxyribonucleic acid) yang sangat penting dalam
reproduksi sel, asam amino sebagai bahan penyusun protein, dan lain-lain.
2.
Lima jalur
sistem organ pembuangan (eliminative system).
Ada lima organ pembuangan,
yaitu: usus, paru-paru, ginjal, kulit, dan kelenjar getah bening. Kelima sistem organ ini turut
berperan menjaga keseimbangan asam basa dengan membuang asam-asam sisa metabolisme sel.
3.
Asam atau basa
dari asupan makanan.
Mengetahui pH cairan
tubuh yang sedikit ke arah basa, ditambah dengan metabolit asam yang selalu
dihasilkan oleh tubuh sendiri, maka kita perlu menjaga tidak terlalu banyak
dalam mengkonsumsi makanan yang bersifat asam. Pemeriksaan laboratorium telah
mencoba melihat reaksi asam basa beberapa makanan.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan mengenai
tingkat keasaman pada mencit dan kodok maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
- Pada sistem pencernaan mencit tingkat keasaman yang tinggi terletak pada lambung, sedangkan tingkat keasaman yang paling rendah terletak pada mulut.
- Pada sistem pencernaan kodok tingkat keasaman yang tinggi juga terletak pada lambung, sedangkan tingkat keasaman yang paling rendah terletak pada mulut.
DAFTAR
PUSTAKA
Campbell,
Neil A. dkk. 2004. Biologi Edisi Kelima
Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Guyton, D.C. 1993. Fisiologi Hewan, Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Idda, Bagus. 1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC.
Kimball, John W. 1983. Biologi Edisi
Kelima Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Mas’ud,
Ibnu. 1999. Dasar-Dasar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran.
Poedjiadi,
Anna,dkk. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UIP.
Soewolo.
2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: PPGSM.
Swenson, GM. 2007. Dules Physiology or Domestic
Animals. USA: Publishing Co. Inc.
Sosilowati, Retno. 2009. Buku Petunjuk Praktikum
Fisiologi Hewan. Malang: UIN Malang.
0 comments:
Post a Comment